Dalam beberapa tahun terakhir, istilah quantitative tightening atau QT semakin sering terdengar dalam berita ekonomi global.
Setelah periode panjang stimulus moneter seperti quantitative easing (QE), kini banyak bank sentral dunia, termasuk The Fed, beralih ke kebijakan yang lebih ketat untuk menahan inflasi.
Perubahan arah ini punya dampak besar terhadap pasar saham, obligasi, hingga likuiditas global. Kenali apa itu Quantitative Tightening dan apa bedanya dengan QE di bawah ini.
Apa Itu Quantitative Tightening?
Quantitative tightening adalah kebijakan moneter di mana bank sentral mengurangi jumlah uang beredar di perekonomian. Caranya dengan menjual obligasi yang dimiliki atau membiarkan obligasi jatuh tempo tanpa dibeli kembali, dilansir dari Investopedia.
Kebijakan ini merupakan kebalikan dari quantitative easing, di mana bank sentral membeli aset keuangan dalam jumlah besar untuk menambah likuiditas.
Dalam QT, tujuan utamanya adalah memperlambat inflasi, menormalkan neraca bank sentral, dan mengurangi risiko overheating ekonomi.
Secara sederhana, jika QE seperti “menyalakan keran uang”, maka QT bisa diibaratkan sebagai “memutar balik keran” agar arus uang ke sistem keuangan tidak berlebihan.
Perbedaan Quantitative Tightening dan Quantitative Easing
1. Tujuan kebijakan
- QE bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi saat resesi dengan menambah likuiditas.
- QT bertujuan menekan inflasi dan menjaga kestabilan harga setelah periode ekspansi berlebih.
2. Dampak terhadap suku bunga
- QE menurunkan suku bunga jangka panjang karena meningkatnya permintaan obligasi.
- QT menaikkan suku bunga jangka panjang karena berkurangnya pembeli obligasi besar seperti bank sentral.
3. Dampak pada pasar saham
- QE cenderung mendorong kenaikan harga saham karena likuiditas meningkat.
- QT sering menekan harga saham karena likuiditas mengetat dan biaya pinjaman naik.
4. Ukuran neraca bank sentral
- QE memperbesar neraca karena bank sentral membeli aset.
- QT memperkecil neraca karena bank sentral melepas aset atau membiarkannya jatuh tempo.
Mengapa The Fed Melakukan Quantitative Tightening
Setelah pandemi COVID-19, The Fed melakukan QE besar-besaran untuk mendukung ekonomi. Namun, dampaknya adalah melonjaknya inflasi hingga level tertinggi dalam 40 tahun terakhir.
Untuk menahan tekanan inflasi tersebut, The Fed mulai menjalankan QT sejak 2022 dengan memangkas neraca yang sempat mencapai lebih dari USD 9 triliun. Langkah ini dilakukan bersamaan dengan kenaikan suku bunga acuan (Federal Funds Rate), mengutip CFI.
Kombinasi keduanya bertujuan memperlambat pertumbuhan ekonomi agar inflasi bisa kembali ke target 2%.
Dampak Quantitative Tightening terhadap Pasar Saham
- Penurunan likuiditas pasar
QT mengurangi jumlah uang beredar, sehingga investor besar seperti bank dan dana institusional memiliki lebih sedikit dana untuk membeli saham. Akibatnya, permintaan terhadap saham bisa menurun. - Valuasi saham turun
Ketika suku bunga naik, valuasi saham berbasis arus kas masa depan akan menurun. Hal ini terutama berdampak pada saham growth seperti teknologi, yang sensitif terhadap perubahan suku bunga. - Perubahan preferensi investor
Investor mungkin akan beralih dari aset berisiko seperti saham ke obligasi karena imbal hasilnya meningkat. Akibatnya, indeks saham bisa bergerak lebih volatil. - Efek psikologis dan volatilitas jangka pendek
Pasar sering bereaksi negatif terhadap pengumuman QT karena dianggap sinyal pengetatan kebijakan moneter yang bisa memperlambat ekonomi.
Dampak Quantitative Tightening terhadap Obligasi
- Kenaikan imbal hasil (yield)
Karena bank sentral tidak lagi menjadi pembeli utama obligasi, harga obligasi turun dan yield-nya naik. Ini meningkatkan biaya pinjaman bagi pemerintah dan korporasi. - Pergeseran permintaan investor
Investor yang mencari keamanan bisa kembali ke obligasi jangka pendek karena imbal hasilnya menjadi lebih menarik. - Peningkatan volatilitas pasar obligasi
Dengan berkurangnya intervensi bank sentral, pasar obligasi menjadi lebih bergantung pada dinamika permintaan dan penawaran alami. Ini membuat pergerakan harga lebih fluktuatif. - Risiko bagi perusahaan berutang besar
QT juga meningkatkan risiko pembiayaan ulang (refinancing risk) karena biaya pinjaman naik, terutama bagi perusahaan dengan leverage tinggi.
Bagaimana Investor Bisa Menyesuaikan Strategi
- Fokus pada saham value dan defensif
Sektor seperti utilitas, energi, dan consumer staples biasanya lebih tahan terhadap pengetatan moneter karena memiliki arus kas stabil. - Gunakan durasi obligasi pendek
Obligasi berdurasi pendek lebih aman karena harganya tidak terlalu sensitif terhadap kenaikan suku bunga. - Perhatikan likuiditas portofolio
Saat QT berlangsung, aset yang sulit dijual bisa jadi risiko. Pastikan portofolio kamu memiliki likuiditas cukup tinggi. - Diversifikasi lintas aset
Menggabungkan saham, obligasi, dan instrumen lain seperti ETF global dapat membantu mengurangi dampak volatilitas pasar.
Kesimpulan
Quantitative tightening adalah kebijakan penting yang digunakan bank sentral untuk menekan inflasi dan menormalkan neraca setelah periode stimulus besar-besaran. Namun, dampaknya terhadap saham dan obligasi tidak bisa diabaikan, terutama karena memengaruhi likuiditas dan valuasi aset.
Bagi investor, memahami dinamika QT membantu dalam mengelola risiko dan mempersiapkan strategi yang lebih defensif.
Kalau kamu ingin menghadapi perubahan kebijakan moneter global dengan bijak, mulailah trading via aplikasi Gotrade. Hanya dengan 1 dolar AS, kamu bisa mengakses saham, ETF, dan options dari pasar Amerika secara mudah dan aman.
FAQ
Apa perbedaan utama QE dan QT?
QE menambah likuiditas dengan membeli aset, sedangkan QT mengurangi likuiditas dengan menjual atau membiarkan aset jatuh tempo. QE mendorong pertumbuhan, QT menekan inflasi.
Apakah QT selalu menyebabkan pasar saham turun?
Tidak selalu, tetapi QT biasanya meningkatkan volatilitas karena dana berkurang di pasar. Dampaknya bergantung pada kondisi ekonomi dan ekspektasi investor.
Disclaimer: PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.