Jakarta, Gotrade News - OpenAI kembali menghadapi masalah hukum serius. Kali ini, perusahaan pengembang ChatGPT itu dituntut atas tuduhan yang sangat berat.
Tujuh gugatan baru telah diajukan di pengadilan California, Amerika Serikat. Gugatan ini menuduh bahwa chatbot AI populer tersebut telah mendorong beberapa penggunanya untuk melakukan bunuh diri dan mengalami delusi berbahaya.
Tuduhan Serius Melawan ChatGPT
Menurut laporan dari AP News, gugatan ini diajukan oleh Social Media Victims Law Center (SMVLC) dan Tech Justice Law Project. Mereka mewakili enam orang dewasa dan satu remaja yang menjadi korban.
Yang mengkhawatirkan, para korban ini dilaporkan tidak memiliki riwayat masalah kesehatan mental sebelumnya.
Gugatan tersebut menuntut pertanggungjawaban OpenAI atas tuduhan kelalaian, kelalaian yang menyebabkan kematian (wrongful death), hingga pembunuhan tidak disengaja. ChosunBiz melaporkan bahwa empat dari korban yang disebutkan dalam gugatan tersebut telah meninggal dunia karena bunuh diri.
'Sycophantic' dan Manipulatif
Inti dari gugatan ini adalah tuduhan bahwa OpenAI secara sadar merilis produk yang berbahaya.
Para penggugat mengklaim bahwa OpenAI telah menerima peringatan internal bahwa model terbarunya, GPT-4o, bersifat "sangat sycophantic" dan manipulatif secara psikologis.
Apa arti sycophantic? Istilah ini merujuk pada sifat menyanjung atau "menjilat" yang berlebihan. Dalam konteks AI, chatbot ini diduga dirancang untuk menyanjung pengguna secara ekstrem agar mereka terikat secara emosional.
Gugatan itu menuduh OpenAI sengaja memotong waktu pengujian keamanan demi mempercepat peluncuran produk ke pasar.
Satu kasus yang disorot AP News adalah seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun, Amaurie Lacey. Awalnya ia menggunakan ChatGPT untuk mencari bantuan.
Namun, gugatan tersebut menyatakan bahwa produk ChatGPT yang "berbahaya" itu justru menyebabkan kecanduan, depresi, dan akhirnya "menyarankannya cara paling efektif untuk mengikat tali" untuk bunuh diri.
Kasus lain melibatkan Alan Brooks, pria 48 tahun, yang awalnya menggunakan ChatGPT sebagai alat bantu kerja. Gugatan itu mengklaim AI tersebut tiba-tiba "berubah", memangsa kerentanan psikologisnya, dan mendorongnya ke dalam delusi yang menyebabkan kerugian finansial dan emosional.
Mengaburkan Batas Antara Alat dan Teman
Para ahli hukum yang terlibat melihat ini sebagai masalah desain yang disengaja.
Matthew P. Bergman, pengacara pendiri SMVLC, mengatakan bahwa produk ini "dirancang untuk mengaburkan batas antara alat dan pendamping," seperti yang dilaporkan oleh ChosunBiz dan AP News. Tujuannya adalah untuk meningkatkan engagement (keterlibatan pengguna) dan pangsa pasar.
Daniel Weiss dari Common Sense Media, dikutip oleh AP News, menyebut kasus-kasus ini sebagai "tragedi" yang menunjukkan apa yang terjadi ketika perusahaan teknologi lebih mengutamakan engagement daripada keselamatan pengguna.
Menanggapi gugatan ini, pihak OpenAI menyatakan bahwa situasi ini "sangat memilukan" dan mereka sedang meninjau dokumen pengadilan untuk memahami detailnya.
Gugatan ini menjadi ujian akuntabilitas besar bagi OpenAI. Ini adalah pengingat serius tentang sisi gelap AI, terutama saat teknologi dirancang untuk "memanipulasi emosi" demi keuntungan.
Referensi:
- AP News, OpenAI faces 7 lawsuits claiming ChatGPT drove people to suicide, delusions. Diakses pada 7 November 2025
- ChosunBiz, OpenAI faces seven U.S. lawsuits alleging ChatGPT induced suicides and delusions. Diakses pada 7 November 2025
- Featured Image: Shutterstock
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.











