Anchoring Bias: Arti, Dampak, Penyebab, Cara Mengatasi

Dalam dunia investasi, keputusan rasional sering kali diganggu oleh bias psikologis yang tidak disadari. Salah satu bias paling umum dan berpengaruh besar adalah anchoring bias.

Bias ini membuat investor terlalu terpaku pada satu informasi awal seperti harga beli atau target harga tertentu, sehingga mengabaikan data baru yang lebih relevan.

Kesalahan ini bisa membuat investor menahan saham terlalu lama, salah menilai potensi, atau gagal memanfaatkan momentum pasar. Makanya, penting untuk kamu pelajari faktor serta cara mengatasinya berikut ini.

Apa Itu Anchoring Bias?

Anchoring bias adalah kecenderungan seseorang untuk terlalu bergantung pada informasi pertama yang diterima (anchor) saat membuat keputusan.

Dalam konteks investasi, anchor ini bisa berupa harga beli saham, proyeksi analis, atau bahkan angka psikologis tertentu seperti “harga bulat” di level $100.

Misalnya, jika seorang investor membeli saham di $80 dan sekarang harganya turun ke $60, ia mungkin menolak menjual karena “menunggu harga kembali ke $80.” Padahal, kondisi fundamental perusahaan bisa saja sudah berubah signifikan.

Fenomena ini disebut anchoring karena pikiran manusia secara tidak sadar menggunakan angka awal sebagai patokan, meski data tersebut sudah tidak relevan, melansir Decision Labs.

Dampak Anchoring Bias dalam Investasi Saham

Anchoring bias bisa memengaruhi hampir setiap tahap proses investasi. Berikut dampak umumnya:

  1. Menahan saham yang sudah tidak layak
    Investor sering menunggu harga “kembali” ke level tertentu tanpa mempertimbangkan bahwa nilai intrinsik saham mungkin sudah menurun.
  2. Overvaluing harga masa lalu
    Banyak investor menganggap harga saham sebelumnya adalah indikator nilai wajarnya, padahal pasar bersifat dinamis dan selalu berubah.
  3. Mengabaikan data baru
    Ketika data fundamental berubah (seperti penurunan laba atau pergantian manajemen), investor yang terjebak anchoring cenderung menolak memperbarui pandangannya.
  4. Salah timing dalam entry dan exit
    Anchoring bisa membuat investor takut masuk ke saham yang sudah naik tinggi karena menganggap “terlalu mahal,” padahal tren kenaikan bisa saja baru dimulai.

Contoh Kasus Nyata

Salah satu contoh klasik dari anchoring bias terjadi saat bubble dot-com tahun 2000. CFI melaporkan bahwa banyak investor yang membeli saham teknologi di harga tinggi tetap bertahan meski valuasi anjlok, berharap harga akan kembali seperti sebelum crash.

Contoh lain terjadi di saham-saham besar seperti Netflix atau Meta saat anjlok tajam di 2022. Banyak investor tetap berpatokan pada harga puncak sebelumnya, menolak menjual dengan harapan harga akan “balik ke normal.” Padahal kondisi makroekonomi dan profitabilitas sudah berubah drastis.

Penyebab Anchoring Bias

  1. Kecenderungan alami otak manusia
    Otak manusia cenderung mencari patokan saat membuat keputusan dalam ketidakpastian. Angka awal menjadi “pegangan” mental, meski tidak logis.
  2. Faktor emosional dan ego
    Investor sulit mengakui kesalahan keputusan investasi, sehingga angka harga beli sering dijadikan pembenaran untuk tetap bertahan.
  3. Konfirmasi dari media atau komunitas
    Banyak investor terjebak pada opini yang memperkuat keyakinan awal mereka, alih-alih mencari data objektif yang bisa mengoreksi pandangan tersebut.

Cara Menghindari Anchoring Bias

1. Fokus pada data terbaru

Setiap kali kamu mengevaluasi saham, gunakan data terbaru seperti laporan keuangan, proyeksi pertumbuhan, atau kondisi makroekonomi. Jangan terpaku pada harga historis.

2. Gunakan pendekatan berbasis valuasi

Alih-alih bertanya “harga saham ini pernah di berapa,” lebih baik fokus pada “berapa nilai wajarnya sekarang.” Pendekatan seperti discounted cash flow (DCF) atau price-to-earnings (P/E) membantu menjaga objektivitas.

3. Buat jurnal investasi

Catat alasan kamu membeli saham, asumsi yang digunakan, dan kondisi yang akan membuatmu menjual. Ini membantu kamu menilai keputusan berdasarkan data, bukan emosi.

4. Terapkan stop-loss otomatis

Menentukan batas kerugian sejak awal membuat kamu lebih disiplin dan mencegah keputusan emosional ketika harga bergerak tidak sesuai ekspektasi.

5. Evaluasi posisi secara berkala

Lakukan review portofolio secara rutin untuk menilai apakah asumsi awal masih relevan. Jika tidak, jangan ragu melakukan rebalancing.

Mengapa Investor Profesional Pun Bisa Terjebak Bias Ini

Bahkan investor berpengalaman pun tidak kebal terhadap anchoring bias. Salah satu alasannya adalah efek overconfidence. Mereka percaya analisis awalnya sudah benar sehingga menolak mengubah pandangan meski ada bukti baru.

Institusi besar seperti hedge fund atau manajer investasi biasanya mengurangi risiko bias ini dengan sistem evaluasi multi-level, di mana keputusan tidak hanya bergantung pada satu analis, tetapi melalui komite yang menilai ulang asumsi secara kolektif.

Kesimpulan

Anchoring bias adalah kesalahan psikologis yang bisa menghambat performa investasi. Dengan terlalu terpaku pada angka atau informasi awal, investor berisiko kehilangan objektivitas dan peluang.

Untuk menjadi investor yang rasional, penting untuk terus memperbarui pandangan berdasarkan data, bukan emosi. Evaluasi asumsi secara berkala dan disiplin dalam menjalankan strategi bisa membantu mengurangi pengaruh bias ini.

Setelah mampu mengontrol bias dan berpikir lebih objektif, saatnya mencoba trading saham lewat aplikasi Gotrade. Dengan Gotrade, kamu bisa berinvestasi di saham-saham AS mulai dari 1 dolar AS, sekaligus belajar membuat keputusan yang lebih rasional dan berbasis data.

FAQ

Apakah anchoring bias bisa dihilangkan sepenuhnya?
Sulit untuk menghilangkannya sepenuhnya karena bias ini bersumber dari cara kerja otak manusia. Namun, kesadaran dan disiplin analisis bisa sangat menguranginya.

Apakah investor pemula lebih rentan terhadap anchoring bias?
Ya, karena investor pemula cenderung lebih fokus pada harga beli atau rekomendasi awal daripada menganalisis nilai fundamental saham secara menyeluruh.

Disclaimer: PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.


Artikel terkait

Dipercaya

lebih dari

1M+

Trader di Indonesia 🌏

Keamananmu adalah prioritas kami 🔒

Gotrade terdaftar & diawasi

KominfoOJKSOCFintech Indonesia

Penghargaan atas kinerja dan inovasi terdepan!🏅

 

Benzinga Global Fintech Awards 2024
Five Star Award 2024
Highest Trading Volume in Indonesia, 2024
Highest Combined 2022
Mockup Two Phones

Trading Lebih Cepat. Lebih Mudah. Lebih Cerdas.

#ReadyGoTrade

Gotrade Green Logo Top Left
AppLogo

Gotrade