Pasar saham tidak selalu naik. Bahkan di tengah tren bullish sekalipun, terkadang muncul fase di mana harga saham tiba-tiba turun cukup signifikan dalam waktu singkat. Fenomena ini dikenal sebagai market correction atau koreksi pasar saham.
Bagi investor baru, koreksi bisa terasa menakutkan. Namun bagi yang berpengalaman, justru ini sering dianggap sebagai momen penting untuk menilai kembali strategi dan bahkan mencari peluang beli.
Lewat artikel ini, Gotrade akan menjelaskan apa itu market correction, apa bedanya dengan crash, penyebab utamanya, serta bagaimana strategi menghadapi dan memanfaatkannya dengan cerdas.
Apa Itu Market Correction?
Secara umum, market correction terjadi ketika indeks saham atau harga aset turun sekitar 10% hingga 20% dari level tertingginya dalam jangka pendek. Penurunan ini biasanya bersifat sementara dan merupakan bagian alami dari siklus pasar.
Menurut CFI, koreksi pasar justru berfungsi sebagai "penyegaran" untuk mencegah harga saham naik terlalu cepat tanpa didukung fundamental.
Perbedaan Market Correction dan Market Crash
Meski sama-sama menggambarkan penurunan harga, koreksi dan crash memiliki skala dan dampak yang berbeda.
| Aspek | Market Correction | Market Crash |
|---|---|---|
| Skala Penurunan | 10–20% | >20% dalam waktu sangat singkat |
| Durasi | Mingguan hingga bulanan | Bisa berlangsung beberapa hari |
| Penyebab Umum | Profit taking, ketidakpastian ekonomi | Krisis besar, kepanikan pasar |
| Dampak Emosional | Kekhawatiran moderat | Panik massal |
| Contoh | S&P 500 koreksi 15% di 2018 | Crash 2020 akibat pandemi COVID-19 |
Jadi, correction adalah fase sehat, sedangkan crash adalah gejolak ekstrem yang jarang terjadi.
Penyebab Umum Terjadinya Koreksi Saham
Tidak ada satu faktor tunggal yang menyebabkan koreksi, tapi beberapa kondisi sering menjadi pemicu utamanya:
Kenaikan suku bunga
Saat The Fed menaikkan suku bunga, biaya pinjaman meningkat dan valuasi saham growth (seperti teknologi) sering terkoreksi.
Kekhawatiran inflasi atau perlambatan ekonomi
Inflasi tinggi menekan margin perusahaan, sementara prospek ekonomi lemah menurunkan ekspektasi laba.
Profit-taking setelah kenaikan tajam
Setelah rally panjang, investor besar biasanya mulai mengambil keuntungan, memicu tekanan jual jangka pendek.
Ketidakpastian geopolitik
Konflik internasional atau pemilu besar bisa memicu volatilitas karena investor cenderung mencari aset aman seperti obligasi atau emas.
Data earnings yang mengecewakan
Ketika banyak perusahaan gagal memenuhi ekspektasi laba, pasar bisa bereaksi negatif secara serentak.
Mengapa Market Correction Bukan Hal Buruk
Meski menurunkan nilai portofolio untuk sementara, koreksi justru bisa membawa manfaat:
- Menyehatkan pasar: mengembalikan valuasi ke level wajar.
- Memberi peluang beli: harga saham berkualitas bisa turun ke titik menarik.
- Menguji disiplin investor: apakah kamu bisa tetap tenang dan berpikir rasional di tengah volatilitas?
Melansir CNBC, sebagian besar koreksi di indeks S&P 500 pulih kembali dalam waktu rata-rata 4 bulan, asalkan tidak berubah menjadi resesi ekonomi.
Strategi Bertahan Saat Terjadi Market Correction
Berikut beberapa langkah praktis yang bisa kamu lakukan agar tetap tenang dan rasional menghadapi koreksi:
1. Fokus pada jangka panjang
Jangan panik karena fluktuasi jangka pendek. Ingat bahwa pasar saham AS secara historis selalu pulih setelah setiap periode koreksi.
2. Beli bertahap (Dollar-Cost Averaging / DCA)
Daripada mencoba menebak kapan harga terendah, kamu bisa membeli secara berkala. Dengan strategi DCA, kamu tetap berinvestasi secara konsisten tanpa terpengaruh emosi pasar.
Misalnya, kamu membeli ETF S&P 500 (SPY) sebesar Rp1 juta tiap bulan.
Saat pasar turun, kamu otomatis membeli lebih banyak unit; saat naik, lebih sedikit. Dalam jangka panjang, harga rata-ratamu jadi lebih stabil.
3. Diversifikasi portofolio
Sebar risiko dengan kombinasi saham dari berbagai sektor (teknologi, energi, kesehatan) atau dengan menambah ETF yang mencakup banyak perusahaan. Diversifikasi bisa menahan dampak koreksi di satu sektor tertentu.
4. Jangan terlalu sering melihat portofolio
Saat pasar turun, terlalu sering mengecek aplikasi bisa memicu stres dan keputusan impulsif. Lebih baik tetapkan jadwal evaluasi bulanan atau kuartalan untuk menjaga perspektif jangka panjang.
5. Siapkan dana darurat
Jika kamu masih baru berinvestasi, pastikan kamu tidak memakai seluruh dana likuid untuk saham. Dana darurat minimal 3–6 bulan pengeluaran sangat penting agar kamu tidak terpaksa menjual saat harga sedang turun.
Kesalahan Umum Saat Menghadapi Koreksi
Berikut adalah beberapa kesalahan umum yang sering dilakukan investor saat menghadapi koreksi:
- Panic selling: Koreksi bukan sinyal untuk keluar dari pasar; justru momen untuk meninjau ulang portofolio.
- Berhenti berinvestasi: Jika kamu menunggu "waktu sempurna", kamu bisa kehilangan momentum pemulihan pasar.
- Terlalu fokus pada berita negatif: Media sering menyoroti ketakutan pasar. Padahal, koreksi adalah bagian alami dari perjalanan investasi.
Kesimpulan
Koreksi pasar saham adalah hal yang wajar dan bahkan sehat dalam siklus investasi. Alih-alih takut, kamu bisa menjadikannya kesempatan untuk menambah posisi di saham atau ETF berkualitas dengan harga lebih rendah.
Dengan strategi beli bertahap, diversifikasi portofolio, dan disiplin jangka panjang, kamu bisa melewati fase ini dengan tenang; bahkan keluar lebih kuat.
Lewat Gotrade, kamu bisa membeli saham dan ETF global mulai dari Rp15.000, sehingga lebih mudah menerapkan strategi DCA saat pasar terkoreksi.
FAQ
1. Apa perbedaan koreksi dan crash pasar?
Koreksi biasanya penurunan 10–20% dan bersifat sementara, sedangkan crash bisa turun lebih dari 20% dalam waktu singkat akibat krisis besar.
2. Apakah harus menjual saham saat koreksi?
Tidak perlu, kecuali ada perubahan fundamental besar. Koreksi justru bisa menjadi momen beli bertahap.
3. Berapa lama koreksi biasanya berlangsung?
Rata-rata 3–4 bulan, tergantung kondisi ekonomi global dan sentimen pasar.
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures adalah Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.











