Secara teori, strategi buy low sell high terdengar sangat mudah: beli saham saat harga rendah, lalu jual saat harga tinggi. Siapa pun bisa mengucapkannya, tapi hanya sedikit investor yang benar-benar mampu menerapkannya secara konsisten.
Prinsip buy low sell high adalah fondasi dari strategi investasi yang paling klasik dan logis di dunia pasar saham.
Namun, kenyataannya, faktor psikologis, ketidaksabaran, dan ketakutan sering kali membuat investor justru melakukan hal sebaliknya, seperti membeli di puncak karena euforia, lalu menjual di dasar karena panik.
Untuk menghindari hal itu, Gotrade akan membahas apa sebenarnya arti buy low sell high, hingga tips untuk melatih disiplin agar kamu bisa menerapkannya dengan lebih konsisten.
Apa Itu Buy Low Sell High?
Buy low sell high adalah strategi investasi di mana kamu membeli aset ketika harganya undervalued atau sedang turun, lalu menjualnya saat harga naik dan pasar sedang euforia, melansir Investopedia.
Konsep dasarnya sederhana:
- “Buy low”: beli saat harga relatif murah dibanding nilai intrinsik.
- “Sell high”: jual saat harga sudah lebih tinggi dari nilai wajar.
Dengan kata lain, strategi ini memanfaatkan siklus alami pasar, di mana harga saham selalu bergerak naik dan turun mengikuti sentimen, berita, dan kondisi ekonomi.
Investor yang berhasil menjalankan strategi ini bukan hanya membeli di harga rendah, tapi juga memiliki kesabaran untuk menunggu waktu jual yang tepat.
Mengapa Strategi Ini Sulit Diterapkan?
Secara logika, semua orang ingin membeli murah dan menjual mahal. Namun, dalam praktiknya, emosi manusia sering menjadi penghalang utama.
Berikut beberapa alasan mengapa strategi buy low sell high begitu sulit diterapkan secara konsisten, menurut Marcellus:
1. Ketakutan saat harga turun
Ketika pasar anjlok, investor cenderung takut membeli karena khawatir harga akan terus turun. Padahal, justru saat itulah kesempatan “low” sedang terbuka.
Contoh: saat pandemi 2020, banyak saham besar seperti Apple, Microsoft, dan Amazon turun tajam, tapi hanya investor yang berani membeli saat itu yang menikmati keuntungan besar ketika pasar pulih.
2. Keserakahan saat harga naik
Sebaliknya, ketika pasar sedang naik, investor sering terbawa euforia dan membeli di harga puncak karena takut ketinggalan momentum (FOMO).
Padahal, risiko terbesar justru muncul ketika semua orang sudah optimistis dan harga saham jauh di atas nilai wajarnya.
3. Sulit menentukan “harga rendah” dan “harga tinggi”
Tidak ada yang tahu pasti kapan harga saham benar-benar menyentuh titik terendah atau tertinggi. Inilah mengapa timing pasar hampir mustahil dilakukan secara sempurna.
4. Bias psikologis dan herd mentality
Investor cenderung mengikuti apa yang dilakukan mayoritas. Ketika semua orang membeli, kita terdorong ikut membeli. Saat panik menjual, kita ikut-ikutan menjual.
Padahal, strategi buy low sell high justru menuntut kamu berpikir berlawanan arah dengan mayoritas.
Contoh Perilaku Emosional Investor
Waspadai beberapa perilaku emosional yang sering menggagalkan strategi buy low sell high:
1. Terlalu percaya diri
Investor merasa yakin bisa memprediksi arah pasar dengan tepat. Akibatnya, mereka sering masuk terlalu cepat atau keluar terlalu lambat.
2. Loss aversion
Secara psikologis, rasa sakit karena rugi dua kali lebih kuat dibanding rasa senang saat untung. Akibatnya, investor enggan membeli saham yang harganya turun tajam, padahal potensinya besar.
3. Recency bias
Investor terlalu fokus pada kondisi terkini tanpa melihat pola jangka panjang. Misalnya, hanya karena harga saham turun minggu ini, mereka langsung berasumsi tren akan terus turun.
4. Herding behavior
Ketika media ramai memberitakan saham tertentu, banyak orang ikut membeli tanpa analisis mendalam. Padahal, biasanya momen hype seperti ini sudah dekat dengan puncak harga.
Tips Menerapkan Strategi Buy Low Sell High
Meskipun sulit, strategi ini bukan tidak mungkin dijalankan. Berikut beberapa cara agar kamu bisa lebih disiplin dan rasional dalam menerapkannya:
1. Fokus pada nilai, bukan harga
Alih-alih mencoba menebak kapan harga akan naik atau turun, fokuslah pada valuasi perusahaan. Jika saham diperdagangkan jauh di bawah nilai intrinsiknya, itu bisa jadi momen “buy low.”
2. Gunakan Dollar-Cost Averaging (DCA)
Dengan membeli saham secara rutin dalam jumlah tetap setiap bulan, kamu bisa mengurangi risiko salah timing. DCA memungkinkan kamu membeli di berbagai level harga dan mendapatkan harga rata-rata yang optimal.
3. Tentukan target jual sejak awal
Sebelum membeli saham, tentukan harga atau kondisi kapan kamu akan menjualnya. Dengan begitu, kamu tidak tergoda menjual terlalu cepat atau menahan terlalu lama karena emosi.
4. Gunakan analisis teknikal dan fundamental
Gabungkan dua pendekatan ini untuk menemukan momen entry dan exit yang lebih objektif. Analisis fundamental membantu kamu menentukan nilai wajar, sementara analisis teknikal membantu mengenali momentum pasar.
5. Disiplin dengan rencana investasi
Strategi apa pun tidak akan berhasil tanpa disiplin. Jangan biarkan rasa takut atau serakah mengubah rencana investasi yang sudah kamu buat dengan logika.
6. Pahami bahwa kamu tidak bisa menang setiap waktu
Tidak semua keputusan investasi akan sempurna. Fokuslah pada konsistensi jangka panjang, bukan pada hasil jangka pendek.
Kesimpulan
Buy low sell high adalah strategi investasi paling mendasar, beli saat harga rendah, jual saat harga tinggi. Meskipun terdengar sederhana, strategi ini membutuhkan disiplin, kesabaran, dan kemampuan mengendalikan emosi.
Investor sukses bukan mereka yang selalu menebak arah pasar dengan tepat, melainkan mereka yang konsisten menjalankan strategi rasional meski pasar sedang kacau.
Kalau kamu ingin mulai melatih disiplin investasi dan menerapkan prinsip klasik ini, terapkan strategi buy low sell high saat mulai investasi di Gotrade.
Beli saham-saham top AS mulai dari 1 Dolar AS, memantau harga real-time, dan belajar membaca momen pasar layaknya investor berpengalaman. Instal dan daftar akun Gotrade hari ini!
FAQ
Apakah strategi buy low sell high masih relevan?
Ya, strategi ini tetap relevan karena prinsip dasarnya universal: beli di harga rendah, jual di harga tinggi. Namun, keberhasilannya bergantung pada kedisiplinan dan analisis yang matang.
Apakah ada cara agar tidak terjebak emosi saat investasi?
Gunakan strategi otomatis seperti DCA, tetapkan target harga, dan hindari mengikuti tren pasar tanpa analisis.
Disclaimer: PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.