Dalam dunia investasi, harga saham tidak pernah bergerak lurus ke atas. Bahkan saham terbaik pun mengalami koreksi atau penurunan dalam perjalanan tren panjangnya. Salah satu strategi yang sering dipakai oleh investor global untuk memanfaatkan momen ini adalah buy the dip.
Strategi buy the dip menjadi populer karena memberikan kesempatan untuk membeli saham bagus dengan harga lebih murah, sekaligus memperbesar potensi keuntungan ketika harga kembali naik. Namun, strategi ini tidak bisa asal digunakan tanpa pemahaman yang tepat.
Apa Itu Buy the Dip?
Buy the dip adalah strategi investasi dengan membeli saham ketika harganya turun (dip) dari level sebelumnya, dengan asumsi bahwa penurunan tersebut hanya sementara dan harga akan kembali naik.
Melansir Investopedia, konsepnya sama seperti membeli barang diskon. Investor memanfaatkan koreksi pasar untuk mendapatkan saham dengan valuasi lebih menarik.
Contoh sederhana adalah jika saham Apple biasanya diperdagangkan di $180, lalu turun ke $160 akibat koreksi jangka pendek, investor buy the dip akan masuk di harga $160 dengan harapan saham kembali naik ke atas $180.
Manfaat Strategi Buy the Dip
Ada beberapa keuntungan yang membuat strategi ini populer di kalangan investor maupun trader:
1. Mendapatkan harga saham lebih murah
Dengan membeli saat harga turun, investor berpeluang memperoleh keuntungan lebih besar ketika harga pulih.
2. Meningkatkan potensi return jangka panjang
Buy the dip efektif jika saham yang dibeli memiliki fundamental kuat. Penurunan harga jangka pendek tidak mengubah prospek jangka panjang perusahaan.
3. Memanfaatkan volatilitas pasar
Fluktuasi harga yang sering dianggap risiko justru bisa menjadi peluang profit jika dimanfaatkan dengan strategi ini.
4. Mengurangi psychological bias
Strategi buy the dip membuat investor lebih tenang menghadapi koreksi karena melihatnya sebagai kesempatan, bukan ancaman.
5. Bisa digabungkan dengan strategi lain
Buy the dip sering dipakai bersama dengan strategi investasi jangka panjang seperti dollar cost averaging (DCA).
Kapan Buy the Dip Efektif?
Strategi ini tidak selalu berhasil, melansir Corporate Finance Institute. Ada kondisi tertentu di mana buy the dip lebih efektif:
1. Pada saham dengan fundamental kuat
Buy the dip cocok untuk saham perusahaan mapan yang memiliki pendapatan stabil, brand kuat, dan prospek pertumbuhan jangka panjang. Contoh: Apple, Microsoft, atau ETF indeks besar seperti S&P 500.
2. Saat koreksi pasar sehat
Penurunan harga karena koreksi wajar (profit taking atau ketidakpastian sementara) biasanya diikuti pemulihan.
3. Saat tren jangka panjang masih bullish
Buy the dip efektif ketika pasar secara umum berada dalam tren naik. Membeli saat koreksi di tren turun justru berisiko “menangkap pisau jatuh.”
4. Ketika ada faktor eksternal sementara
Misalnya penurunan karena sentimen sesaat, berita makro, atau kekhawatiran jangka pendek yang tidak mengubah fundamental perusahaan.
Risiko yang Perlu Diperhatikan
Meski terlihat sederhana, strategi buy the dip tetap memiliki risiko yang harus dipahami investor.
1. Dead cat bounce
Harga saham bisa terlihat rebound sebentar tetapi kembali turun lebih dalam. Jika salah masuk, kerugian bisa membesar.
2. Value trap
Saham terlihat murah, tetapi sebenarnya fundamentalnya memburuk. Membeli saham seperti ini bisa membuat investor terjebak dalam investasi jangka panjang yang tidak menguntungkan.
3. Mengabaikan tren pasar
Buy the dip tidak cocok diterapkan di bear market yang panjang, di mana harga saham bisa terus menurun berbulan-bulan.
4. Risiko psikologis
Banyak investor panik ketika harga terus turun setelah mereka membeli. Tanpa disiplin strategi, buy the dip bisa berubah menjadi kerugian besar.
5. Butuh analisis fundamental
Jika hanya mengandalkan harga tanpa memperhatikan laporan keuangan, investor bisa salah membaca momentum koreksi.
Contoh Praktik Buy the Dip
Contoh 1: Saham Teknologi (Apple)
Pada Maret 2020, saham Apple turun drastis karena pandemi COVID-19. Investor yang menerapkan buy the dip pada saat itu menikmati keuntungan besar ketika harga pulih bahkan melampaui level sebelumnya.
Contoh 2: ETF Indeks (S&P 500)
ETF seperti SPY yang melacak indeks S&P 500 sering menjadi pilihan investor buy the dip karena cenderung pulih setelah koreksi.
Cara Mengoptimalkan Buy the Dip
- Gabungkan dengan DCA (Dollar Cost Averaging)
Alih-alih masuk sekali, lakukan pembelian bertahap untuk mengurangi risiko salah timing. - Gunakan analisis teknikal
Perhatikan support level, moving average, atau indikator lain untuk menentukan titik masuk yang lebih tepat. - Perhatikan kondisi makro
Jangan hanya fokus ke saham individu, tetapi juga tren ekonomi global, suku bunga, dan kebijakan The Fed. - Batasi jumlah investasi
Jangan gunakan seluruh modal untuk buy the dip. Sisakan dana cadangan untuk mengantisipasi penurunan lebih dalam. - Disiplin dengan strategi investasi
Tetapkan batas kerugian (stop loss) dan target profit sebelum masuk posisi.
Kesimpulan
Buy the dip adalah strategi investasi di mana investor membeli saham ketika harga turun sementara, dengan asumsi harga akan pulih di masa depan. Strategi ini bisa memberi peluang keuntungan besar, terutama pada saham atau indeks dengan fundamental kuat.
Namun, buy the dip juga memiliki risiko, terutama jika dilakukan di saham yang fundamentalnya lemah atau di pasar bearish berkepanjangan. Oleh karena itu, investor harus bijak dan disiplin dalam menjalankannya.
Kalau kamu ingin mempraktikkan strategi investasi yang aman dan efektif, lakukan lewat aplikasi Gotrade. Dengan Gotrade, kamu bisa beli saham AS hanya mulai dari 1 Dolar secara mudah, transparan, dan aman.
FAQ
Apa itu buy the dip?
Buy the dip adalah strategi membeli saham saat harga turun sementara dengan harapan harga akan kembali naik.
Apakah buy the dip selalu berhasil?
Tidak. Strategi ini efektif untuk saham fundamental kuat dan pasar bullish, tetapi berisiko tinggi di saham lemah atau bear market.
Disclaimer: PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.