Pertemuan antara Perdana Menteri Jepang Sanae Takaichi dan Presiden AS Donald Trump pada hari Selasa diwarnai pemandangan unik.
Di halaman Istana Akasaka Tokyo, tempat kedua pemimpin bertemu, terparkir sebuah truk pickup Ford F-150 yang berukuran besar.
Menurut laporan Associated Press, pemandangan ini bukan kebetulan. Ini adalah bagian dari upaya Takaichi untuk membangun hubungan baik dengan Trump, yang dikenal sebagai penggemar F-150.
"Dia punya selera bagus. Itu truk yang keren," kata Trump kepada wartawan di Air Force One saat menuju Asia, seperti dicatat oleh Business Insider.
Mengapa Truk Besar AS Sulit Laku di Jepang?
Gestur Takaichi ini menyoroti keluhan lama Trump bahwa sangat sedikit mobil Amerika yang terlihat di jalanan Jepang.
Namun, menurut Associated Press, alasan mobil Amerika seperti F-150 tidak populer di Jepang lebih bersifat praktis daripada proteksionisme.
Jepang adalah negara kepulauan dengan lahan terbatas dan lahan parkir yang sempit. Banyak jalan di pemukiman yang sempit dan berliku.
Konsumen lokal jelas lebih memilih mobil compact atau mini yang dapat bermanuver dengan mudah.
Bahkan di pasar mobil asing yang lebih mahal, pembeli cenderung memilih merek Eropa seperti Mercedes-Benz, BMW, atau Audi.
Selain itu, ada tantangan teknis. Mobil Amerika umumnya memiliki setir kiri, berlawanan dengan standar setir kanan di Jepang. Hal ini menyulitkan hal-hal sederhana seperti membayar di gerbang tol jalan tol.
Konsumsi bahan bakar yang lebih boros dan kurangnya jaringan servis juga menjadi faktor mengapa merek AS kesulitan, kecuali Jeep yang penjualannya relatif baik.
Faktanya, Ford Motor Co. menarik diri dari pasar Jepang pada tahun 2016, diikuti oleh Chrysler pada tahun 2017, karena penjualan yang terus merosot.
F-150 Sebagai Alat Diplomasi Dagang
Pameran truk F-150 ini lebih dari sekadar basa-basi. Ini adalah simbol komitmen Jepang dalam negosiasi dagang yang kompleks.
Business Insider, mengutip laporan Reuters pekan lalu, menyebutkan bahwa Takaichi telah menyelesaikan paket pembelian menjelang pertemuan dengan Trump.
Paket tersebut mencakup kedelai, gas alam, dan satu armada truk pickup Ford F-150.
Langkah ini diambil setelah AS dan Jepang mencapai kesepakatan dagang pada bulan Juli. Dalam kesepakatan itu, AS setuju menurunkan tarifnya atas barang-barang Jepang dari 25% menjadi 15%.
Ini adalah bagian dari strategi Takaichi untuk menavigasi tuntutan Trump agar negara-negara sekutu membeli lebih banyak barang Amerika.
Ironi di Balik Kesepakatan
Menariknya, tidak semua orang di industri otomotif AS senang dengan kesepakatan dagang terbaru itu.
CEO Ford, Jim Farley, justru mengkritik kesepakatan tersebut. Dalam wawancara dengan Bloomberg pada 30 Juli, Farley mengatakan pemotongan tarif itu akan memberi produsen mobil Jepang "keunggulan biaya yang berarti".
Farley mencontohkan bahwa faktor-faktor seperti biaya tenaga kerja Jepang yang lebih rendah dan nilai tukar yang menguntungkan dapat membuat Toyota 4Runner menjadi $10.000 lebih murah daripada Ford Bronco yang dibuat di Michigan.
Meski ada kritik dari dalam negerinya sendiri, Trump tampak puas dengan hasil pertemuan hari Selasa.
Kedua pemimpin menandatangani dua perjanjian baru, satu tentang perdagangan dan satu lagi tentang mineral kritis.
"Apa pun yang bisa saya lakukan untuk membantu Jepang, kami akan ada di sana," kata Trump kepada Takaichi.
Sementara itu, Ford sendiri baru-baru ini mengumumkan akan meningkatkan produksi F-150 lebih dari 50.000 unit pada tahun 2026, menunjukkan permintaan yang kuat di pasar dalam negerinya.
Gestur Takaichi ini mirip dengan acara yang pernah diadakan Trump bersama CEO Tesla Elon Musk di Gedung Putih, yang juga menampilkan parade kendaraan listrik.
Referensi:
- AP News, Ford’s enormous F-150 becomes unlikely part of Japan’s efforts to woo Trump. Diakses pada 28 Oktober 2025
- Business Insider, Japan welcomed Trump by turning the grounds of a palace into a car show featuring a Ford F-150 pickup truck. Diakses pada 28 Oktober 2025
- Featured Image: Shutterstock
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.











