Setiap orang punya tujuan finansial yang berbeda. Ada yang ingin menyiapkan dana liburan setahun lagi, tapi ada juga yang berinvestasi demi masa pensiun 20 tahun ke depan.
Perbedaan tujuan ini membuat investor perlu memahami dua konsep utama dalam dunia keuangan: investasi jangka pendek dan investasi jangka panjang.
Keduanya sama-sama penting, namun punya karakteristik, risiko, dan strategi yang berbeda.
Mengetahui kapan harus fokus pada yang pendek atau panjang bisa membuat portofolio kamu jauh lebih efektif dan seimbang.
Perbedaan Investasi Jangka Pendek vs Panjang
1. Durasi investasi
Investasi jangka pendek biasanya ditujukan untuk kebutuhan finansial dalam waktu di bawah 3 tahun. Tujuannya adalah menjaga likuiditas dan meminimalkan risiko nilai aset yang turun drastis.
Sebaliknya, investasi jangka panjang berfokus pada pertumbuhan modal dalam periode lebih dari 5–10 tahun, di mana fluktuasi jangka pendek bisa diabaikan demi imbal hasil yang lebih tinggi.
2. Perbandingan risiko dan potensi return
Secara umum, investasi jangka pendek memiliki risiko rendah namun imbal hasil terbatas. Sementara investasi jangka panjang menawarkan potensi return lebih besar dengan risiko fluktuasi lebih tinggi.
Contohnya:
- Investasi jangka pendek: deposito, reksa dana pasar uang, atau obligasi jangka pendek.
- Investasi jangka panjang: saham, ETF, reksa dana saham, dan real estate.
Misalnya, deposito memberi bunga 4–5% per tahun, hampir tanpa risiko nilai turun. Namun, saham dapat memberikan return rata-rata 8–12% per tahun dalam jangka panjang, dengan catatan kamu siap menghadapi fluktuasi harga setiap harinya.
Kunci utamanya ada pada psikologi investor. Jika kamu sering panik saat harga turun, mungkin profilmu lebih cocok untuk instrumen jangka pendek.
Namun, jika kamu bisa bersabar melihat nilai naik-turun sambil fokus ke target jangka panjang, saham atau ETF bisa jadi pilihan lebih ideal.
3. Contoh instrumen: saham vs deposito
Mari kita bandingkan dua instrumen yang paling populer: saham dan deposito.
| Aspek | Saham (Jangka Panjang) | Deposito (Jangka Pendek) |
|---|---|---|
| Potensi Imbal Hasil | 8–15% per tahun (rata-rata historis pasar AS) | 4–5% per tahun |
| Risiko | Tinggi (fluktuatif) | Rendah |
| Likuiditas | Tinggi (bisa dijual kapan saja) | Sedang (tergantung tenor) |
| Tujuan | Pertumbuhan modal | Perlindungan nilai aset |
| Cocok Untuk | Investor agresif | Investor konservatif |
Seorang investor bisa memanfaatkan keduanya: deposito untuk kebutuhan likuid dalam waktu dekat, dan saham untuk akumulasi kekayaan jangka panjang.
4. Simulasi hasil: 1 tahun vs 10 tahun
Agar lebih jelas, berikut simulasi sederhana berdasarkan asumsi return rata-rata:
Investasi awal: Rp10 juta
Deposito (4% per tahun, tanpa fluktuasi):
- Setelah 1 tahun → Rp10,400,000
- Setelah 10 tahun → Rp14,800,000
Saham (10% per tahun, asumsi return rata-rata tahunan):
- Setelah 1 tahun → Rp11,000,000
- Setelah 10 tahun → Rp25,900,000
Dari simulasi tersebut, terlihat bahwa investasi jangka panjang memberikan efek compounding yang jauh lebih besar.
Namun, kamu juga harus siap dengan potensi fluktuasi tahunan yang bisa membuat nilainya sementara turun sebelum naik kembali.
Mengutip Investopedia, "Time in the market beats timing the market."
Artinya, lamanya waktu kamu bertahan di pasar lebih menentukan hasil dibanding kemampuan memprediksi naik-turunnya harga.
6. Cara memilih sesuai profil risiko
Untuk menentukan mana yang lebih cocok, kamu bisa menilai profil risikomu dengan tiga pertanyaan sederhana:
- Berapa lama dana ini akan digunakan?
Jika dalam 1–2 tahun, pilih instrumen jangka pendek. Jika lebih dari 5 tahun, arahkan ke saham atau ETF. - Seberapa besar toleransimu terhadap risiko?
Jika mudah panik melihat kerugian, hindari pasar saham jangka pendek. Jika bisa berpikir strategis dan tahan volatilitas, jangka panjang lebih menguntungkan. - Apakah kamu memiliki dana darurat?
Pastikan dana darurat tersedia sebelum berinvestasi jangka panjang agar kamu tidak terpaksa menjual aset saat pasar turun.
Strategi Hybrid Menggabungkan Investasi Jangka Pendek dan Panjang
Banyak investor profesional justru menggunakan strategi hybrid, yakni mengombinasikan investasi jangka pendek dan panjang dalam satu portofolio.
Beberapa contoh penerapannya:
- 60% dana di saham dan ETF global untuk pertumbuhan jangka panjang.
- 30% di obligasi atau reksa dana pasar uang untuk kestabilan.
- 10% di tabungan atau deposito untuk kebutuhan likuid jangka pendek.
Kesimpulan
Jadi menurutmu, mana yang lebih menguntungkan, investasi jangka pendek atau panjang? Jawabannya tergantung pada tujuan dan karakter kamu sebagai investor.
Yang paling penting adalah menemukan keseimbangan antara keduanya. Mulailah dari profil risikomu, kemudian susun strategi investasi hybrid yang bisa berkembang tanpa membuatmu stres menghadapi fluktuasi pasar.
Dan kalau kamu ingin mulai berinvestasi saham global dari nominal kecil, download aplikasi Gotrade via Android atau iOS.
Kamu bisa membeli saham-saham populer seperti Apple, Tesla, dan Microsoft mulai dari $1, sambil belajar mengelola portofolio jangka pendek dan panjang secara bersamaan.
FAQ
1. Apakah investasi jangka pendek bisa menghasilkan keuntungan besar?
Bisa, tapi risikonya juga tinggi. Trading saham harian misalnya bisa untung cepat, tapi juga bisa rugi besar jika tanpa strategi yang matang.
2. Apakah saya bisa memulai investasi jangka panjang dengan modal kecil?
Tentu saja. Banyak platform sekarang mendukung pembelian fractional shares mulai dari nominal kecil, sehingga cocok untuk pemula.
3. Kapan waktu terbaik untuk memulai investasi jangka panjang?
Sekarang. Semakin cepat kamu memulai, semakin besar efek compounding terhadap pertumbuhan nilai investasi di masa depan.
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.











