Banyak investor pemula sering terlalu percaya diri saat melihat peluang di pasar. Bias ini disebut optimism bias, yaitu kecenderungan untuk percaya bahwa kemungkinan untung lebih besar daripada kerugian, meskipun data sebenarnya tidak mendukung.
Jika tidak disadari, optimism bias dapat membuat keputusan investasi menjadi terlalu berisiko dan tidak realistis.
Artikel ini membantu kamu memahami apa itu optimism bias, bagaimana ia memengaruhi keputusan keuangan, dan cara mengelolanya agar tetap objektif.
Apa Itu Optimism Bias
Optimism bias adalah kecenderungan psikologis ketika seseorang merasa hasil positif lebih mungkin terjadi dibandingkan hasil negatif.
Menurut The Decision Lab, manusia cenderung mengabaikan risiko dan memperbesar peluang keberhasilan karena dorongan emosional.
Bias ini membuat investor percaya diri berlebihan terhadap potensi keuntungan, padahal kondisi pasar tidak selalu mendukung. Dalam investasi, optimism bias sering muncul ketika seseorang yakin aset akan terus naik hanya karena mengalami kenaikan sementara.
Tanda-tanda Optimism Bias pada Investor
- Terlalu yakin harga akan naik terus: Investor tidak mempertimbangkan kemungkinan penurunan.
- Mengabaikan data fundamental yang melemah: Hanya fokus pada berita atau narasi positif.
- Membeli saham karena FOMO: Merasa rugi jika tidak ikut tren, tanpa evaluasi risiko.
- Menambah posisi tanpa analisis: Investor membeli lebih banyak hanya karena harga sempat naik.
- Memperkirakan imbal hasil terlalu tinggi: Misalnya menargetkan profit 30 sampai 40 persen dalam waktu singkat tanpa dasar jelas.
Contoh Optimism Bias dalam Situasi Nyata
- Saham yang naik berhari-hari dianggap “pasti lanjut naik”. Padahal tren jangka pendek tidak menjamin konsistensi.
- Mengabaikan risiko penurunan karena emosi. Walaupun laporan keuangan buruk, investor tetap percaya saham “tidak mungkin turun jauh”.
- Menargetkan profit tidak realistis. Misalnya memaksakan target 50 persen dalam sebulan tanpa mempertimbangkan volatilitas.
- Terlalu percaya rekomendasi publik atau influencer. Investor merasa saham tertentu pasti naik karena banyak dibahas.
Bahaya Optimism Bias bagi Portofolio
Mengambil risiko berlebihan
Investor melakukan pembelian agresif meski kondisi pasar tidak stabil.
Gagal melihat tanda bahaya
Optimism bias menutupi penurunan fundamental atau teknikal.
Overtrading
Karena merasa semua peluang “menjanjikan”, investor mudah membuka posisi baru tanpa strategi.
Kerugian lebih besar saat pasar berbalik
Kepercayaan berlebihan membuat investor terlambat keluar.
Portofolio jadi tidak seimbang
Terlalu banyak alokasi ke sektor atau saham yang dianggap “akan naik”.
Cara Mengatasi Optimism Bias
1. Gunakan data, bukan perasaan
Bandingkan ekspektasi dengan data faktual seperti pertumbuhan pendapatan, margin, dan valuasi.
2. Tentukan batas risiko
Misalnya menetapkan stop-loss atau batas penurunan yang bisa diterima.
3. Gunakan rencana trading atau investasi
Rencana membantu kamu tetap objektif meski emosi meningkat.
4. Diversifikasi portofolio
Dengan diversifikasi, kamu tidak bergantung pada satu aset atau narasi tertentu.
5. Evaluasi keputusan secara berkala
Tanyakan:
- Apakah ekspektasi saya realistis?
- Apakah data mendukung keyakinan saya?
- Apakah saya terlalu optimis?
Refleksi rutin membantu menjaga perspektif.
6. Gunakan asumsi konservatif
Saat membuat target, gunakan skenario moderat dan hindari asumsi super optimis.
Contoh Cara Mengendalikan Optimism Bias dalam Investasi Jangka Panjang
Misalkan kamu ingin membeli saham teknologi karena sedang naik cepat. Daripada langsung membeli jumlah besar, lakukan hal berikut:
- Cek fundamental tiga tahun terakhir.
- Bandingkan valuasi dengan kompetitor.
- Beli bertahap menggunakan DCA.
- Tetapkan batas risiko 10 sampai 15 persen.
- Pastikan alokasi sektor teknologi tidak melebihi batas proporsi portofolio.
Dengan langkah ini, keputusan kamu lebih logis dan tidak didorong oleh optimism bias.
Optimism Bias vs. Confidence yang Sehat
Penting membedakan keduanya.
Confidence sehat:
- Berdasarkan data.
- Punya rencana.
- Paham risiko.
- Konsisten mengikuti strategi.
Optimism bias:
- Mengabaikan risiko.
- Membuat target berlebihan.
- Terlalu percaya diri.
- Mengambil keputusan impulsif.
Tujuan investor adalah menjaga confidence yang sehat, bukan merasa “pasti untung”.
Mindset yang Membantu Menghindari Bias
- Pasar bisa naik dan turun.
- Tidak ada saham yang naik selamanya.
- Semua aset punya risiko.
- Kesabaran dan disiplin mengalahkan optimisme buta.
- Data lebih penting daripada narasi.
Mindset ini membantu kamu menjaga ekspektasi realistis dan membuat keputusan yang lebih bijak.
Kesimpulan
Optimism bias adalah kecenderungan terlalu percaya diri terhadap kemungkinan keuntungan dan sering membuat investor mengambil risiko berlebih. Bias ini muncul ketika investor lebih fokus pada potensi naik tanpa mempertimbangkan risiko turun.
Dengan menggunakan data, membuat rencana investasi, dan mengevaluasi portofolio secara berkala, kamu bisa menghindari bias ini dan menjaga keputusan tetap objektif.
Jika kamu ingin membangun portofolio yang lebih terukur, Gotrade Indonesia memungkinkan kamu membeli saham dan ETF global mulai dari Rp15.000.
Cocok untuk investor yang ingin mengurangi bias emosional dan fokus pada strategi jangka panjang.
FAQ
Apa itu optimism bias?
Bias ketika seseorang terlalu optimis terhadap hasil investasi dan mengabaikan risiko.
Kenapa optimism bias berbahaya?
Karena membuat investor mengambil risiko berlebihan dan salah menilai kondisi pasar.
Bagaimana cara menghindarinya?
Gunakan data objektif, tetapkan batas risiko, dan evaluasi keputusan secara berkala.
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.











