Banyak investor pemula mulai tertarik pada investasi saham, tetapi masih bingung membedakan saham syariah dan saham konvensional. Keduanya sama-sama memberikan kepemilikan atas perusahaan, namun menggunakan prinsip dan mekanisme yang berbeda.
Tanpa pemahaman yang jelas, investor berisiko memilih saham yang tidak selaras dengan tujuan keuangan atau nilai pribadi.
Memahami saham syariah dan konvensional menjadi penting agar keputusan investasi tidak hanya mengejar potensi keuntungan, tetapi juga konsisten dan berkelanjutan.
Berikut delapan perbedaan utama yang perlu kamu ketahui sebelum menentukan pilihan.
Perbedaan Saham Syariah dan Konvensional
1. Sektor usaha perusahaan
Perbedaan paling mendasar terletak pada sektor usaha. Saham syariah hanya berasal dari perusahaan yang menjalankan aktivitas bisnis halal dan tidak bertentangan dengan prinsip Islam.
Perusahaan di sektor perjudian, alkohol, rokok, atau keuangan berbasis bunga tidak termasuk saham syariah.
Sebaliknya, saham konvensional tidak memiliki batasan sektor selama bisnisnya legal. Menurut pedoman Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyaringan sektor ini menjadi tahap awal dalam menentukan status saham syariah.
2. Struktur kepemilikan dan akad
Dalam saham syariah, kepemilikan dipahami sebagai partisipasi atas aset dan aktivitas usaha perusahaan. Investor berperan sebagai pemilik yang menanggung risiko dan hasil usaha.
Saham konvensional juga memberikan kepemilikan, tetapi tidak dibatasi oleh konsep akad syariah. Mekanisme hubungan pemilik dan perusahaan lebih fleksibel tanpa ketentuan syariah tertentu.
3. Mekanisme memperoleh keuntungan
Keuntungan saham syariah diperoleh dari kenaikan nilai perusahaan dan pembagian dividen yang berasal dari laba usaha. Tidak ada imbal hasil yang dijanjikan di awal.
Pada saham konvensional, investor juga memperoleh capital gain dan dividen. Namun, perusahaan konvensional dapat menggunakan instrumen berbasis bunga dalam struktur keuangannya.
Dikutip dari Bursa Efek Indonesia, perbedaan ini memengaruhi cara investor memandang risiko dan hasil investasi.
4. Pembatasan struktur keuangan perusahaan
Saham syariah memiliki batasan tertentu terkait rasio utang berbasis bunga dan pendapatan non-halal.
Jika rasio ini melewati ambang batas, saham dapat kehilangan status syariahnya.
Saham konvensional tidak memiliki pembatasan tersebut. Perusahaan bebas menggunakan utang berbunga sebagai bagian dari strategi pendanaan.
Bagi investor syariah, pembatasan ini dianggap membantu menjaga kehati-hatian keuangan perusahaan.
5. Hubungan perusahaan dengan investor
Dalam saham syariah, hubungan perusahaan dan investor bersifat kemitraan. Investor ikut menanggung risiko dan menikmati hasil usaha sesuai kinerja perusahaan.
Dalam saham konvensional, hubungan ini lebih bersifat finansial murni. Fokus utama berada pada imbal hasil dan nilai saham, tanpa pertimbangan etika atau prinsip tertentu.
Perbedaan ini memengaruhi ekspektasi investor terhadap fluktuasi harga dan kinerja jangka panjang.
6. Pendekatan terhadap risiko dan spekulasi
Saham syariah menekankan penghindaran spekulasi berlebihan. Praktik yang bersifat manipulatif atau sangat spekulatif tidak sejalan dengan prinsip syariah.
Saham konvensional memungkinkan strategi spekulatif selama sesuai aturan pasar. Bagi sebagian investor, pendekatan syariah membantu menjaga disiplin dan fokus jangka panjang.
7. Tujuan investasi jangka panjang
Investor saham syariah umumnya tidak hanya mengejar keuntungan finansial, tetapi juga keselarasan dengan nilai dan keyakinan. Tujuan ini membuat strategi cenderung lebih konservatif dan berorientasi jangka panjang.
Investor saham konvensional biasanya lebih fleksibel dalam menentukan tujuan. Strategi bisa disesuaikan dengan kondisi pasar dan toleransi risiko masing-masing investor.
Keduanya sah, selama tujuan investasi dipahami sejak awal.
8. Proses seleksi dan evaluasi saham
Saham syariah melalui proses seleksi tambahan berupa screening syariah yang dilakukan secara berkala. Status syariah suatu saham dapat berubah seiring perubahan bisnis atau struktur keuangan perusahaan.
Saham konvensional tidak memerlukan proses ini. Evaluasi lebih fokus pada kinerja bisnis, valuasi, dan prospek industri.
Bagi investor, proses seleksi ini memengaruhi cara membangun dan memelihara portofolio.
Mana yang Lebih Cocok untuk Investor?
Saham syariah cocok bagi investor yang ingin berinvestasi dengan pendekatan etis, disiplin, dan selaras dengan prinsip Islam. Pendekatan ini sering dipilih untuk strategi jangka panjang yang stabil dan konsisten.
Saham konvensional cocok bagi investor yang menginginkan fleksibilitas instrumen dan strategi. Pilihan ini memberi ruang lebih luas untuk menyesuaikan portofolio dengan dinamika pasar.
Tidak ada pilihan yang benar atau salah secara universal. Kesesuaian dengan tujuan, toleransi risiko, dan nilai pribadi menjadi faktor penentu utama.
Kesimpulan
Perbedaan saham syariah dan konvensional terletak pada sektor usaha, mekanisme keuntungan, struktur keuangan, hingga hubungan dengan investor.
Memahami delapan perbedaan ini membantu investor memilih strategi investasi saham yang lebih selaras dan berkelanjutan.
Baik saham syariah maupun konvensional memiliki peluang dan risiko masing-masing. Jika kamu ingin mulai mempelajari dan mengakses saham global sesuai preferensi investasi, kamu bisa melakukannya melalui Gotrade.
Dengan akses pasar saham AS dan proses yang praktis, Gotrade mendukung kamu membangun portofolio sesuai tujuan keuangan.
FAQ
1. Apakah saham syariah selalu lebih aman daripada saham konvensional?
Tidak, keduanya tetap memiliki risiko pasar.
2. Bisakah investor pemula memilih saham syariah? Bisa, selama memahami prinsip dan mekanismenya.
3. Apakah status syariah saham bisa berubah? Bisa, tergantung aktivitas bisnis dan struktur keuangan perusahaan.
Disclaimer: PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.











