Baru-baru ini, sebuah berita besar datang dari raksasa teknologi Asia Tenggara, Sea (SE). Sang pendiri, Forrest Li, dilaporkan menetapkan target yang sangat ambisius untuk perusahaannya, yaitu mencapai kapitalisasi pasar senilai US$1 triliun.
Angka ini setara dengan peningkatan sekitar 10 kali lipat dari valuasi perusahaan saat ini. Bagi kamu yang belum familiar, kapitalisasi pasar (market capitalization) adalah total nilai pasar dari saham sebuah perusahaan yang beredar.
Visi besar ini disampaikan Li dalam sebuah memo internal kepada para karyawannya, bertepatan dengan perayaan delapan tahun debut Sea di pasar saham, seperti yang dilaporkan oleh Bloomberg News.
Pertanyaannya, bagaimana cara Sea mencapai target sebesar itu? Jawabannya terletak pada satu kata kunci yang sedang mendominasi dunia teknologi saat ini: kecerdasan buatan atau AI.
AI Sebagai Kunci Pertumbuhan Eksponensial
Forrest Li memandang revolusi AI setara dengan kemunculan komputer personal (PC) dan smartphone. Menurutnya, teknologi-teknologi ini berhasil memperluas akses konsumen terhadap produk dan layanan yang dulunya hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang kaya.
Dalam memo yang sama, Li menegaskan bahwa transisi teknologi seperti AI memungkinkan Sea untuk menjadi perusahaan bernilai triliunan dolar.
Meski terdengar optimistis, Li menekankan bahwa jalan menuju target tersebut tidak akan mudah. Menurut laporan Seeking Alpha dan The Business Times, ia menyatakan bahwa pencapaian ini "akan menuntut kami untuk mengambil keputusan yang tepat, mengeksekusi dengan sangat baik, tetap sangat disiplin, dan bersaing tanpa henti."
Dari Keraguan Menjadi Keyakinan: Perubahan Strategi Sea
Menariknya, nada optimistis Li saat ini menunjukkan perubahan signifikan dibandingkan setahun sebelumnya. The Business Times mencatat bahwa pada waktu itu, Li sempat memperingatkan tentang sulitnya masa transisi menuju era AI.
Namun, tampaknya Sea telah berhasil melewati fase tersebut dan kini justru menggandakan investasinya pada teknologi ini.
Sea secara aktif telah mengintegrasikan AI ke dalam operasi sehari-hari mereka. Dua area yang menjadi fokus utama adalah peningkatan layanan pelanggan (customer service) dan pengembangan dalam unit bisnis gaming-nya.
Langkah ini menunjukkan bahwa bagi Sea, AI bukan lagi sekadar wacana, melainkan alat strategis yang sudah diimplementasikan.
Kondisi Finansial Solid dan Tantangan Kompetisi Ketat
Keyakinan Sea didukung oleh posisi keuangannya yang semakin kuat. Li menyebutkan bahwa perusahaan kini berada dalam kondisi finansial yang lebih baik dibandingkan dekade sebelumnya dan tidak lagi bergantung pada modal eksternal untuk mendanai pertumbuhannya.
Bahkan, ia menambahkan bahwa ketiga unit bisnis Sea saat ini telah mencatatkan keuntungan.
Meskipun begitu, tantangan besar tetap menanti. Sea harus berhadapan dengan para pesaing global yang memiliki sumber daya melimpah, seperti TikTok Shop milik ByteDance dan Lazada milik Alibaba. Belum lagi pemain baru seperti Shein dan Temu yang juga mulai memasuki pasar Asia Tenggara.
Untuk menjawab tantangan ini, Sea tidak hanya berdiam diri. Perusahaan ini tengah merencanakan medan pertempuran baru di Brasil untuk memperluas kerajaan online Shopee.
Selain itu, Sea juga bertaruh pada inisiatif-inisiatif baru mulai dari keuangan digital hingga logistik untuk memperkuat dominasinya di pasar.
Referensi:
- The Business Times, Sea CEO Forrest Li sees path to US$1 trillion market cap with help of AI. Diakses pada 21 Oktober 2025
- Seeking Alpha, Sea CEO Forrest Li envisions $1 trillion market cap with AI boost. Diakses pada 21 Oktober 2025
- Featured Image: Shutterstock
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.