Dalam dunia trading saham, salah satu tantangan terbesar adalah menentukan kapan harus menjual. Banyak investor pemula bingung, yaitu apakah harus menahan lebih lama karena harga masih bisa naik, atau segera menjual agar tidak rugi lebih besar? Di sinilah konsep trailing stop loss menjadi penting.
Teknik ini membantu investor mengunci keuntungan sekaligus membatasi potensi kerugian. Makanya, simak pemaparan lengkap dari Gotrade di bawah ini.
Apa Itu Trailing Stop Loss?
Trailing stop loss adalah jenis perintah jual (sell order) yang otomatis bergerak mengikuti harga saham.
Melansir Investopedia, berbeda dengan stop loss biasa yang dipasang pada harga tetap, trailing stop loss menyesuaikan posisinya sesuai arah pergerakan saham.
Misalnya, jika saham naik, level stop loss ikut naik. Namun, ketika harga saham turun, level stop loss tidak ikut turun. Jadi, investor bisa tetap menjaga keuntungan yang sudah terbentuk tanpa harus memantau layar setiap saat.
Cara Kerja Trailing Stop Loss
Konsep ini bekerja berdasarkan jarak tertentu (disebut trailing amount atau trailing percentage) dari harga pasar saat ini.
- Jika saham bergerak naik, level stop loss bergerak naik dengan jarak yang sama.
- Jika saham turun, stop loss tetap pada posisi terakhir, dan jika harga menembus level tersebut, sistem otomatis mengeksekusi penjualan.
Contoh sederhana:
- Harga beli saham: Rp5.000.
- Trailing stop loss: 10% di bawah harga tertinggi.
- Saat harga naik ke Rp6.000, trailing stop loss akan berada di Rp5.400 (Rp6.000 – 10%).
- Jika harga turun ke Rp5.400, order jual otomatis tereksekusi.
Dengan mekanisme ini, investor bisa mengamankan profit tanpa harus khawatir kehilangan momentum.
Contoh Praktik Trailing Stop Loss
Groww punya dua contoh praktik trailing stop loss yang bisa kamu jadikan referensi:
Skenario 1: Mengunci Keuntungan
Seorang trader membeli saham teknologi di harga Rp10.000. Ia memasang trailing stop loss sebesar 5%. Harga saham naik hingga Rp12.000. Trailing stop otomatis bergerak ke Rp11.400. Jika harga turun lagi ke Rp11.400, saham akan dijual, sehingga investor tetap membawa pulang keuntungan Rp1.400 per lembar.
Skenario 2: Membatasi Kerugian
Seorang investor membeli saham di harga Rp3.000, lalu memasang trailing stop loss 8%. Harga saham sempat naik ke Rp3.200, tetapi kemudian jatuh ke Rp2.950. Karena trailing stop berada di Rp2.944 (Rp3.200 – 8%), sistem otomatis menjual saham tersebut, sehingga kerugian tidak semakin besar.
Kapan Trailing Stop Loss Cocok Digunakan?
Trailing stop loss tidak selalu relevan dalam semua situasi. Beberapa kondisi di mana teknik ini sangat cocok antara lain:
- Trading saham volatil: Cocok untuk saham dengan pergerakan cepat, misalnya saham teknologi atau saham small cap.
- Mengikuti tren jangka pendek: Trader bisa tetap berada dalam tren selama harga naik, dan keluar otomatis ketika tren berbalik arah.
- Investor sibuk: Bagi investor yang tidak bisa memantau harga setiap saat, trailing stop memberikan keamanan tambahan.
Namun, trailing stop loss kurang cocok untuk investor jangka panjang yang berfokus pada fundamental, karena fluktuasi harian bisa memicu penjualan terlalu cepat.
Perbedaan Stop Loss Biasa vs Trailing Stop Loss
Secara singkat, berikut perbedaan stop loss dengan trailing stop loss:
- Stop loss biasa: Dipasang di harga tetap, misalnya Rp4.500, dan tidak berubah meskipun harga naik.
- Trailing stop loss: Fleksibel, mengikuti kenaikan harga, dan membantu mengunci keuntungan.
Dengan memahami perbedaan ini, investor bisa menyesuaikan strategi sesuai tujuan investasi.
Tips Menggunakan Trailing Stop Loss dengan Efektif
Supaya kamu bisa memaksimalkan konsep ini, ikuti tips dari Gotrade berikut ini:
- Tentukan persentase yang tepat: Jangan terlalu sempit (misalnya 2%), karena bisa terpicu oleh fluktuasi kecil. Sebaliknya, jangan terlalu lebar (20%), karena bisa membuat kerugian terlalu besar.
- Sesuaikan dengan volatilitas saham: Saham teknologi mungkin butuh trailing stop 8–10%, sedangkan saham blue chip bisa cukup 5%.
- Gunakan untuk saham likuid: Hindari saham dengan volume rendah karena harga bisa melonjak turun tiba-tiba dan memicu stop loss secara tidak wajar.
- Kombinasikan dengan analisis teknikal: Gunakan level support atau moving average sebagai referensi dalam menentukan trailing stop.
- Disiplin dan konsisten: Jangan memindahkan level stop loss hanya karena tidak rela menjual saham.
Kesalahan Umum Pemula dalam Cara Stop Loss
Banyak pemula masih salah dalam menerapkan cara stop loss, termasuk trailing stop loss. Beberapa kesalahan umum antara lain:
- Menentukan jarak terlalu ketat: Membuat saham cepat terjual meski tren masih positif.
- Tidak memperhitungkan biaya transaksi: Spread dan fee bisa mengurangi keuntungan nyata.
- Tidak konsisten: Kadang dipasang, kadang tidak, sehingga hasilnya tidak maksimal.
- Mengabaikan berita pasar: Kadang pergerakan tajam disebabkan oleh berita fundamental yang seharusnya jadi pertimbangan lebih besar.
Penutup
Trailing stop loss adalah salah satu alat paling berguna dalam trading modern. Dengan memahami cara kerjanya, investor bisa mengunci keuntungan sekaligus membatasi kerugian tanpa harus terus menerus memantau grafik.
Namun, penggunaannya harus disesuaikan dengan tujuan investasi, jenis saham, dan toleransi risiko. Mau belajar praktik trailing stop loss sambil mencoba beli saham global seperti Apple, Tesla, dan Microsoft?
Bisa banget di aplikasi Gotrade, kamu bisa mulai investasi saham Amerika hanya dengan 1 Dolar AS, mudah dan transparan. Yuk, daftarkan diri sekarang dan kembangkan portofolio investasimu!
FAQ
1. Apakah trailing stop loss selalu menjamin profit?
Tidak. Trailing stop hanya membantu mengunci keuntungan jika harga naik, tetapi jika harga langsung turun sejak awal, investor tetap bisa rugi.
2. Berapa persen trailing stop loss yang ideal?
Tidak ada angka pasti, tetapi umumnya 5–10% dianggap ideal, tergantung volatilitas saham dan strategi masing-masing investor.
Disclaimer: PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.