Selama trading, menjaga profit dan membatasi kerugian adalah dua hal yang sama pentingnya. Di sinilah dua alat manajemen risiko utama berperan besar: stop loss dan trailing stop. Meskipun sering disamakan, keduanya memiliki fungsi dan cara kerja yang berbeda.
Trader profesional menggunakan keduanya untuk melindungi modal, mengamankan profit, dan mengurangi keputusan emosional saat pasar bergerak cepat.
Artikel ini akan membahas perbedaan trailing stop vs stop loss, cara penggunaannya, serta contoh praktis agar kamu bisa menerapkannya dalam strategi trading sehari-hari.
Apa Itu Stop Loss?
Stop loss adalah perintah otomatis untuk menjual aset ketika harga mencapai level tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuannya sederhana yaitu membatasi kerugian agar tidak membesar ketika arah harga berlawanan dengan posisi yang diambil.
Misalnya, kamu membeli saham Apple (AAPL) di harga $180 dan memasang stop loss di $170. Jika harga turun sampai $170, sistem otomatis akan menjual saham tersebut untuk melindungi modal kamu dari kerugian yang lebih dalam.
Stop loss bersifat statis, artinya posisinya tidak berubah meskipun harga bergerak naik. Alat ini paling cocok untuk trader yang ingin menentukan batas risiko yang pasti dan tidak ingin terus memantau pergerakan harga setiap waktu.
Apa Itu Trailing Stop?
Trailing stop bekerja mirip dengan stop loss, tetapi lebih dinamis. Level stop-nya akan ikut bergerak (trailing) mengikuti arah keuntungan.
Jika harga bergerak sesuai harapan, trailing stop akan menyesuaikan naik (pada posisi buy) atau turun (pada posisi sell) secara otomatis dengan jarak tertentu dari harga pasar.
Contohnya kamu membeli saham NVIDIA (NVDA) di $400 dan menetapkan trailing stop sebesar 5%. Jika harga naik ke $420, trailing stop otomatis ikut naik ke sekitar $399.
Selama harga terus naik, stop akan ikut naik menjaga jarak 5% dari harga tertinggi. Tapi jika harga mulai turun dan menyentuh level trailing stop, sistem akan otomatis menjual saham untuk mengunci profit.
Dengan kata lain, trailing stop tidak hanya membatasi kerugian, tetapi juga membantu mengamankan keuntungan tanpa perlu keluar terlalu cepat.
Perbedaan Utama Stop Loss vs Trailing Stop
Aspek | Stop Loss | Trailing Stop |
---|---|---|
Sifat | Statis (tetap di satu level) | Dinamis (bergerak mengikuti harga) |
Tujuan utama | Membatasi kerugian | Membatasi kerugian dan mengamankan profit |
Kapan digunakan | Saat ingin membatasi risiko dengan batas tetap | Saat ingin mengikuti tren sambil melindungi profit |
Penyesuaian otomatis | Tidak ada | Ya, otomatis menyesuaikan dengan pergerakan harga |
Risiko | Bisa tertinggal jika harga berbalik cepat | Bisa kena “stop” terlalu cepat saat volatilitas tinggi |
Kapan Menggunakan Stop Loss dan Trailing Stop?
1. Gunakan Stop Loss saat Pasar Tidak Terlalu Volatil
Jika kamu berinvestasi pada saham dengan pergerakan harga yang relatif stabil, menurut Investopedia, stop loss membantu kamu menjaga batas kerugian tanpa risiko terkena “stop” terlalu cepat.
2. Gunakan Trailing Stop Saat Pasar Sedang Tren Kuat
Trailing stop sangat efektif pada kondisi tren yang kuat, karena memungkinkan kamu menikmati kenaikan harga tanpa harus menebak kapan waktu terbaik untuk keluar.
Contoh: membeli Tesla (TSLA) di $200 dengan trailing stop 10%. Ketika harga naik ke $260, trailing stop otomatis bergerak ke $234. Jika harga tiba-tiba berbalik, kamu tetap bisa mengamankan sebagian besar keuntungan.
3. Hindari Menggunakan Trailing Stop Terlalu Ketat
Trailing stop yang terlalu sempit (misalnya 2%) bisa membuat posisi cepat tertutup meski hanya karena fluktuasi normal pasar. Sebaliknya, trailing stop terlalu lebar bisa membuat kamu kehilangan profit yang sudah tercapai.
Kuncinya adalah menemukan jarak optimal sesuai volatilitas saham dan strategi trading kamu.
Contoh Penerapan Praktis
Bayangkan kamu membeli saham Microsoft (MSFT) di harga $330 dengan tujuan jangka menengah.
- Skenario 1 (Stop Loss):
Kamu menetapkan stop loss di $315. Jika harga turun ke level itu, posisi otomatis tertutup dengan kerugian sekitar 4,5%. - Skenario 2 (Trailing Stop 5%):
Harga naik ke $350, trailing stop naik ke $332,5. Ketika harga naik lagi ke $370, trailing stop naik menjadi $351,5. Jika harga turun ke level itu, sistem menjual saham dan kamu tetap mendapatkan profit.
Dari sini terlihat bahwa trailing stop lebih adaptif terhadap kondisi pasar, sementara stop loss memberikan batas risiko yang lebih pasti.
Tips Menggunakan Stop Loss dan Trailing Stop dengan Efektif
- Sesuaikan dengan volatilitas aset: Gunakan jarak stop yang lebih lebar untuk saham yang volatil seperti Tesla, dan lebih ketat untuk saham stabil seperti Coca-Cola.
- Jangan ubah stop loss berdasarkan emosi: Banyak trader gagal karena memindahkan batas kerugian lebih jauh dengan harapan harga akan berbalik.
- Gunakan ukuran posisi yang proporsional: Risiko per trade sebaiknya tidak lebih dari 1–2% dari total modal.
- Uji di akun demo: Sebelum diterapkan secara nyata, coba strategi stop dan trailing di akun simulasi agar terbiasa dengan perilakunya.
Kesimpulan
Baik stop loss maupun trailing stop adalah alat penting dalam manajemen risiko trading. Stop loss menjaga agar kerugian tidak membengkak, sementara trailing stop membantu melindungi profit saat pasar bergerak sesuai arah kamu.
Dengan memahami perbedaan dan cara penerapan keduanya, kamu bisa meningkatkan disiplin, mengurangi stres, dan memaksimalkan hasil dari setiap transaksi.
Setelah paham konsep stop loss dan trailing stop, berarti kamu sudah lebih siap untuk jual beli saham lewat aplikasi Gotrade dan menerapkan strategi trading yang profesional.
FAQ
Apakah trailing stop selalu lebih baik dari stop loss?
Tidak selalu. Trailing stop cocok untuk pasar tren kuat, sementara stop loss lebih ideal untuk kondisi sideways atau investasi jangka panjang.
Berapa jarak trailing stop yang ideal?
Tergantung volatilitas. Untuk saham volatil, gunakan kisaran 7–10%. Untuk saham stabil, kisaran 3–5% bisa lebih efektif.
Disclaimer: PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.