Banyak investor pemula bertanya-tanya kapan waktu beli saham terbaik dan kapan sebaiknya jual saham? Pertanyaan ini memang krusial karena menentukan hasil akhir dari strategi investasi.
Mengetahui timing yang tepat membantu investor memaksimalkan keuntungan dan mengurangi risiko, namun kenyataannya tidak ada satu jawaban tunggal. Yang bisa dilakukan adalah memahami faktor fundamental, teknikal, dan psikologis pasar.
Makanya, simak selengkapnya dalam artikel ini, dirangkum dari Investopedia dan IG Group!
Faktor Fundamental: Melihat Nilai Riil Perusahaan
Faktor fundamental berfokus pada kondisi keuangan dan prospek bisnis sebuah perusahaan. Investor jangka panjang biasanya membeli saham saat harga masih undervalued dibandingkan nilai intrinsiknya.
- Laporan keuangan: jika pendapatan dan laba konsisten naik, itu sinyal positif untuk beli.
- Prospek industri: misalnya, sektor teknologi dan energi terbarukan cenderung punya potensi pertumbuhan.
- Valuasi: gunakan rasio seperti Price to Earnings (P/E) atau Price to Book Value (PBV) untuk menentukan apakah harga saham terlalu mahal atau masih menarik.
Dengan pendekatan ini, waktu terbaik membeli saham adalah ketika harga sedang turun, namun prospek bisnisnya tetap kuat.
Faktor Teknikal: Memanfaatkan Pola Harga
Selain fundamental, analisis teknikal membantu menentukan kapan jual saham atau kapan membeli berdasarkan grafik harga.
- Support dan resistance: beli saat harga mendekati support, jual saat mendekati resistance.
- Moving average: jika harga menembus moving average jangka panjang ke atas, ini sinyal beli.
- Volume perdagangan: kenaikan harga dengan volume tinggi biasanya mengindikasikan tren yang kuat.
Teknikal sangat membantu trader jangka pendek untuk menangkap momentum pasar.
Timing Entry: Jangan Terlalu Lama Menunggu
Salah satu kesalahan pemula adalah terlalu lama menunggu waktu beli saham terbaik. Padahal, pasar tidak bisa diprediksi dengan sempurna.
- Dollar Cost Averaging (DCA): cara praktis dengan membeli saham secara rutin dalam jumlah kecil, tanpa peduli harga sedang naik atau turun.
- Momentum makro: misalnya, saat indeks global terkoreksi tajam, itu bisa jadi entry point menarik untuk investor jangka panjang.
Kuncinya adalah konsistensi, bukan menebak titik terendah harga.
Contoh Simulasi DCA
Bayangkan seorang investor membeli saham Apple dengan USD 100 (sekitar Rp1,5 juta) setiap bulan selama 3 tahun. Ada bulan ketika harga Apple sedang tinggi, ada juga saat koreksi. Rata-rata harga beli menjadi lebih stabil karena investor tidak masuk sekaligus di satu titik. Jika harga Apple naik rata-rata 12% per tahun, modal USD 3.600 dalam 3 tahun bisa tumbuh menjadi lebih dari USD 4.500.
Simulasi ini menunjukkan bahwa memulai lebih cepat dan konsisten seringkali lebih efektif daripada menunggu “harga terbaik” yang tidak pasti datang.
Timing Exit: Kapan Jual Saham
Menentukan kapan jual saham sama pentingnya dengan membeli. Ada beberapa patokan umum:
- Target keuntungan tercapai: jika target profit 20% sudah didapat, pertimbangkan untuk jual sebagian.
- Fundamental memburuk: misalnya penurunan laba signifikan, utang membengkak, atau industri lesu.
- Diversifikasi portofolio: menjual sebagian saham untuk dialihkan ke sektor lain yang lebih menjanjikan.
Jangan hanya menjual karena panik ketika harga turun. Evaluasi dulu apakah penurunan itu karena faktor sementara atau fundamental jangka panjang.
Risiko Menunggu Terlalu Lama
Menunggu “saat paling tepat” bisa membuat investor justru kehilangan momentum. Ada risiko:
- Harga terlanjur naik: menunggu koreksi yang tak kunjung datang bisa membuat peluang hilang.
- Overthinking: terlalu banyak analisis membuat investor tidak pernah benar-benar mulai berinvestasi.
- Kesempatan compounding hilang: semakin lama menunda, semakin sedikit waktu untuk memanfaatkan pertumbuhan jangka panjang.
Itulah sebabnya penting untuk memulai lebih awal, meskipun dengan modal kecil.
Tips Praktis untuk Pemula
- Gunakan strategi DCA untuk mengurangi risiko salah timing.
- Tentukan tujuan investasi: jangka pendek atau panjang, growth atau income investing.
- Gunakan stop-loss untuk membatasi kerugian jika harga jatuh terlalu dalam.
- Evaluasi berkala: cek portofolio setiap 3–6 bulan, bukan setiap hari.
- Jangan emosional: keputusan beli atau jual harus berbasis data, bukan rasa takut atau serakah.
Penutup
Menentukan waktu beli saham terbaik dan kapan jual saham tidak bisa hanya mengandalkan insting. Investor harus menggabungkan analisis fundamental, teknikal, serta strategi manajemen risiko. Tidak ada waktu yang “sempurna”, tapi dengan disiplin dan konsistensi, hasil investasi bisa tetap maksimal.
Nah, setelah tahu waktu-waktu terbaik untuk beli saham, coba kamu praktikkan dalam aplikasi Gotrade! Beli saham-saham Amerika populer seperti Apple, Tesla, Netflix, dan Microsoft, tanpa perlu ribet.
Bahkan dengan modal kecil, kamu tetap bisa belajar mengatur timing beli dan jual sambil membangun portofolio jangka panjang. Download aplikasi terbaru Gotrade di Android maupun iOS dan mulai kembangkan portofolio sahammu hari ini!
FAQ
1. Apakah ada waktu khusus dalam sehari yang terbaik untuk beli saham?
Beberapa trader percaya jam pertama setelah bursa buka biasanya lebih volatil dan penuh peluang. Namun untuk investor jangka panjang, lebih penting fokus pada fundamental dan strategi rutin seperti DCA.
2. Bagaimana cara pemula tahu kapan harus jual saham?
Pemula sebaiknya menetapkan target keuntungan dan batas kerugian (stop-loss) sejak awal. Selain itu, jika fundamental perusahaan memburuk, itu bisa jadi alasan kuat untuk menjual.
Disclaimer: PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.