Setiap investor pasti pernah menghadapi situasi di mana nilai portofolionya anjlok tajam. Dalam kondisi seperti ini, memahami cara mengatur ulang portofolio menjadi langkah penting agar tidak terjebak panik dan justru bisa memanfaatkan momen koreksi sebagai peluang perbaikan strategi.
Melansir Morningstar, rebalancing pasca koreksi bukan sekadar menjual saham yang turun, tetapi menata ulang proporsi aset agar kembali seimbang dengan tujuan dan profil risiko investor.
Melalui artikel ini, Gotrade akan membahas langkah-langkah praktis untuk mengevaluasi portofolio dan menyesuaikan strategi setelah pasar mengalami penurunan signifikan.
Evaluasi Kondisi Portofolio Saat Ini
Langkah pertama setelah koreksi besar adalah menilai ulang performa portofolio secara objektif. Jangan langsung bereaksi emosional dengan menjual semua posisi rugi.
1. Tinjau kinerja saham individu
Periksa saham mana yang mengalami penurunan paling besar. Bedakan antara saham yang turun karena faktor sementara (seperti sentimen pasar) dan yang turun karena fundamental perusahaan memburuk.
Contoh: Saham teknologi bisa terkoreksi tajam saat suku bunga naik, tetapi jika laba tetap bertumbuh, koreksi tersebut mungkin hanya bersifat jangka pendek.
2. Bandingkan dengan indeks acuan
Lihat apakah penurunan portofolio masih sejalan dengan indeks seperti S&P 500 atau IHSG. Jika jauh lebih buruk, itu pertanda komposisi portofolio perlu diperbaiki.
3. Analisis proporsi aset
Apakah alokasi saham terlalu dominan dibanding aset defensif seperti obligasi atau ETF pendapatan tetap?
Ketika pasar turun, proporsi saham biasanya membengkak di sisi rugi, sehingga keseimbangan perlu dikembalikan.
Strategi Rebalancing Pasca Koreksi
1. Tentukan kembali toleransi risiko
Koreksi besar sering kali mengungkap toleransi risiko investor yang sebenarnya. Jika kamu merasa tidak nyaman melihat portofolio turun 20% atau lebih, berarti alokasi saham terlalu agresif.
Pertimbangkan untuk menambah aset defensif agar portofolio lebih tahan guncangan ke depan.
2. Gunakan pendekatan bertahap (scaling in)
Alih-alih langsung membeli banyak saham sekaligus, gunakan strategi entry bertahap saat pasar mulai stabil.
- Misalnya: tambahkan posisi 20% setiap kali indeks naik 2–3% dari level terendahnya.
- Pendekatan ini membantu menurunkan risiko salah timing dan menjaga likuiditas.
3. Fokus pada kualitas fundamental
Gunakan momen koreksi untuk memperkuat posisi pada saham berkualitas tinggi, seperti perusahaan dengan arus kas stabil, laba konsisten, dan neraca kuat.
Menurut Bloomberg Market Analysis, saham-saham dengan fundamental kuat biasanya pulih lebih cepat setelah fase bear market.
4. Hindari “averaging down” tanpa alasan
Menambah posisi di saham yang turun belum tentu selalu tepat. Lakukan hanya jika ada keyakinan berdasarkan data fundamental, bukan sekadar berharap harga akan naik kembali.
5. Periksa diversifikasi sektor
Pastikan portofolio tidak terlalu berat di satu sektor saja.
Misalnya, jika sebagian besar posisi ada di saham teknologi, tambahkan eksposur ke sektor defensif seperti consumer staples, healthcare, atau energi.
Diversifikasi akan membantu menurunkan volatilitas keseluruhan.
Kapan Harus Jual dan Tambah Posisi
1. Jual saham dengan fundamental memburuk
Jika penurunan disebabkan oleh penurunan laba, meningkatnya utang, atau hilangnya daya saing industri, lebih baik jual dan alihkan ke saham dengan prospek lebih sehat.
2. Tambah posisi di saham undervalued
Gunakan analisis valuasi seperti P/E ratio atau discounted cash flow (DCF) untuk menilai apakah saham tertentu sudah terlalu murah dibanding potensi laba masa depan.
Saham undervalued di masa koreksi sering kali menjadi pemenang saat pasar pulih.
3. Pertahankan likuiditas
Sisakan sebagian dana tunai agar kamu tetap fleksibel saat muncul peluang baru. Investor yang memiliki cadangan likuid bisa membeli saat pasar mencapai titik jenuh jual (oversold).
Langkah Praktis Rebalancing Portofolio
- Hitung ulang proporsi aset sesuai profil risiko. Misalnya, dari 80% saham - 20% kas menjadi 60% saham - 40% kas.
- Tentukan target alokasi baru dan lakukan penyesuaian bertahap, bukan sekaligus.
- Gunakan batas deviasi 5–10% dari target sebelum melakukan rebalancing berikutnya agar tetap disiplin.
- Pantau performa triwulanan untuk memastikan strategi tetap relevan dengan kondisi pasar terbaru.
Melansir Morningstar Portfolio Strategy Report, investor yang melakukan rebalancing secara disiplin setiap 6–12 bulan memiliki volatilitas lebih rendah tanpa mengorbankan potensi return jangka panjang.
Kesimpulan
Mengetahui cara mengatur ulang portofolio setelah saham turun drastis bukan sekadar soal menjual atau membeli kembali. Ini tentang disiplin mengevaluasi fundamental, menyeimbangkan risiko, dan memperkuat strategi jangka panjang.
Koreksi pasar bukan akhir perjalanan, tapi kesempatan untuk menata ulang arah investasi agar lebih tangguh menghadapi siklus berikutnya.
Lewat Gotrade, kamu bisa memantau kinerja saham global, melakukan rebalancing dengan mudah, dan mengelola portofolio lebih efisien, semuanya lewat satu aplikasi.
Unduh aplikasi Gotrade dan bangun portofolio yang lebih seimbang dan siap menghadapi volatilitas!
FAQ
1. Seberapa sering sebaiknya melakukan rebalancing portofolio?
Idealnya setiap 6–12 bulan atau ketika proporsi aset menyimpang 10% dari target awal.
2. Apakah harus langsung menjual semua saham yang turun?
Tidak. Evaluasi dulu apakah penurunan karena faktor sementara atau perubahan fundamental perusahaan.
3. Apakah rebalancing cocok untuk investor pemula?
Ya, karena membantu menjaga risiko tetap sesuai profil tanpa harus menebak arah pasar.
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.











