Dalam dunia investasi, keputusan seharusnya dibuat berdasarkan analisis menyeluruh dan data jangka panjang. Namun, banyak investor justru terpengaruh oleh recency bias, yaitu kecenderungan untuk menilai masa depan berdasarkan apa yang baru saja terjadi.
Bias ini membuat investor terlalu fokus pada performa saham terkini dan mengabaikan konteks historis yang lebih luas. Akibatnya, keputusan investasi sering kali didorong oleh emosi, bukan logika.
Melalui artikel ini, Gotrade akan membantu kamu memahami apa itu recency bias, bagaimana cara kerjanya, serta langkah-langkah agar tetap objektif dalam menghadapi dinamika pasar.
Definisi Recency Bias
Recency bias adalah bias kognitif dalam psikologi investasi (behavioral finance) yang membuat seseorang lebih menekankan informasi terbaru dibanding data historis.
Dalam konteks pasar saham, investor cenderung percaya bahwa tren atau hasil yang baru saja terjadi akan terus berlanjut.
Melansir Morningstar Behavioral Insights, bias ini menjadi penyebab utama investor sering membeli di harga tinggi dan menjual di harga rendah karena terlalu cepat bereaksi terhadap pergerakan jangka pendek.
Contohnya, jika saham teknologi naik tajam selama dua minggu, banyak investor berasumsi tren itu akan terus berlanjut, padahal bisa jadi hanya technical rebound sementara.
Contoh Recency Bias di Pasar Saham
1. Overreact saat saham naik drastis
Ketika saham seperti NVIDIA (NVDA) melonjak lebih dari 20% dalam sebulan, sebagian investor langsung berasumsi kenaikan ini akan berlanjut.
Padahal, tanpa mempertimbangkan valuasi dan prospek jangka panjang, keputusan beli di puncak justru meningkatkan risiko koreksi besar.
2. Panik jual saat market crash
Saat pasar turun tajam, recency bias memicu fear response. Investor terjebak dalam pandangan bahwa pasar akan terus jatuh, lalu buru-buru menjual portofolionya.
Padahal, data historis menunjukkan pasar sering pulih dalam beberapa bulan setelah koreksi besar, seperti yang terjadi pada 2020.
3. Mengabaikan siklus ekonomi
Investor yang hanya fokus pada data tiga bulan terakhir bisa gagal melihat pola besar, misalnya siklus bisnis 5–10 tahunan.
Hal ini membuat mereka kehilangan kesempatan untuk masuk di fase awal pemulihan ekonomi.
Dampak Recency Bias terhadap Portofolio
Dampak dari recency bias dapat mencakup perdagangan berlebihan (overtrading) karena ingin cepat menyesuaikan posisi dengan tren terbaru.
Selain itu, hilangnya disiplin strategi jangka panjang, seperti DCA (Dollar Cost Averaging) atau diversifikasi, juga bisa terjadi.
Kinerja portofolio menjadi tidak konsisten akibat keputusan impulsif yang didasarkan pada pergerakan harian.
Menurut studi Journal of Behavioral Finance, investor yang sering terpengaruh recency bias rata-rata mengalami kinerja 3–5% lebih rendah per tahun dibanding investor disiplin jangka panjang.
Cara Mengenali dan Menghindari Recency Bias
1. Gunakan data jangka panjang
Jangan hanya melihat performa 1 bulan terakhir; evaluasi setidaknya 3–5 tahun data historis. Hal ini membantu kamu memahami apakah kenaikan harga bersifat siklus, musiman, atau struktural.
2. Disiplin dengan rencana investasi
Tulis rencana investasi yang mencakup kriteria beli dan jual. Dengan panduan yang jelas, kamu tidak mudah terpengaruh euforia pasar jangka pendek.
3. Evaluasi sumber informasi
Media sering menyoroti saham yang sedang naik daun, tetapi jarang membahas valuasinya. Pastikan kamu menganalisis sumber berita secara kritis sebelum mengambil keputusan.
4. Gunakan pendekatan kuantitatif
Buat sistem berbasis data, misalnya valuation screening, rasio keuangan, atau momentum filter, untuk menghindari bias emosional.
5. Lakukan diversifikasi
Dengan menyebarkan investasi di beberapa sektor dan aset, dampak keputusan emosional terhadap portofolio menjadi lebih kecil.
Contoh Recency Bias dalam Trading
Pada tahun 2021, saham-saham teknologi seperti Tesla, Meta, dan Zoom melonjak drastis. Banyak investor ritel terpikat pada performa fantastis jangka pendek dan membeli di puncak harga.
Namun, ketika tren suku bunga naik pada 2022, valuasi saham-saham tersebut jatuh hingga lebih dari 40%.
Investor yang mampu menghindari recency bias dan tetap berpegang pada strategi diversifikasi justru memiliki hasil jangka panjang yang lebih stabil.
Kesimpulan
Recency bias adalah salah satu jebakan psikologis paling umum dalam investasi. Kecenderungan untuk menilai masa depan berdasarkan performa terakhir bisa menggiring investor pada keputusan impulsif dan kerugian besar.
Solusinya adalah menjaga objektivitas dengan rencana investasi yang disiplin, analisis jangka panjang, dan diversifikasi yang seimbang.
Gunakan Gotrade untuk mulai membangun portofolio global berbasis strategi, bukan emosi. Pantau saham favoritmu, analisis performa, dan buat keputusan investasi yang lebih rasional langsung dari satu aplikasi.
Bangun mindset investor sejati, fokus pada data, bukan drama pasar. Mulai investasi bersama aplikasi investasi terbaik, Gotrade, hari ini!
FAQ
1. Mengapa recency bias berbahaya bagi investor?
Karena bias ini membuat keputusan diambil berdasarkan tren jangka pendek, bukan analisis fundamental jangka panjang.
2. Apakah recency bias hanya terjadi di saham?
Tidak. Bias ini juga sering muncul dalam keputusan investasi lain seperti reksa dana, crypto, dan bahkan properti.
3. Bagaimana cara paling efektif melawan recency bias?
Gunakan rencana investasi tertulis dan evaluasi portofolio secara berkala, bukan berdasarkan sentimen pasar harian.
Disclaimer
PT Valbury Asia Futures Pialang berjangka yang berizin dan diawasi OJK untuk produk derivatif keuangan dengan aset yang mendasari berupa Efek.











